Ayah...
Adalah empat
huruf yang sangat bermakna, walau kehilangan satu huruf masih sangat baik artinya.
Sangat sempurna makna dan kenyataannya sangatlah seimbang. Ketika kehilangan
huruf A hanya menjadi yah, yang
artinya setuju, begitulah ayah selalu setuju dan mendukung disetiap langkahku.
Kemudian kehilangan huruf H, maka menjadi aya
yang berarti ada dalam bahasa sunda, jadi ayah selalu ada disetiap waktu. Pada
intinya ayah selalu mendukung dan ada disetiap waktu untuk anaknya.
Betapa sempurnanya ayah.
Ayahku bukanlah
seorang Selebritis, Presiden, Menteri, Gubernur atau
Walikota. Bukan juga pak camat, lurah atau ketua RT. Tapi ayahku hanyalah
seorang ketua keluarga yang berat tanggungannya karena memiliki keluarga besar
seperti anak-anaknya hehehe. Tidak
seperti itu juga. Beliau harus menanggung beban keluarganya, seperti pamanku,
bibiku, dan uwaku. Ayah selalu saja sabar menghadapi kelakuan
mereka yang seringkali memperdaya kebaikannya, aku kadang khawatir dengan
semua ini. Aku khawatir tidak kebagian warisan hehe. Tidak begitu, aku tak peduli apakah mereka akan menghabiskan
semua harta ayah sampai tanahnya mungkin mereka makan untuk dijadikan kolak aku
tak peduli. Yang terpenting mereka tak membunuh ayahku.
Ayah seorang
yang terkenal tapi tidak berprofesi seperti bapak Susilo, pak Dede yusuf, pak Jokowi
atau pak Wiryo. Entahlah kenapa ayah begitu terkenal dikalangan mereka. Kadang
aku tak suka ketika ayah kedatangan banyak tamu, aku tidak suka ketika ayah
lebih mementingkan pekerjaannya, aku selalu tidak suka ketika ayah sakit
setelah pulang dari kantor yang letaknya di kota dan sangat jauh sekali dari
rumah. Aku tidak begitu bangga ketika ayah mengerjakan banyak hal hanya untuk
sepiring nasi dan sebongkah berlian, karena waktu dengan kami sangatlah
minim. Tapi aku juga senang mungkin itu tanda sayang ayah untuk mamah, karena
Ia tak mau melihat kami kelaparan, melihat kami sengsara, melihat kami hancur.
Tapi...ah.
Aku dan ayah
tak begitu dekat. Kami seperti seorang teman yang ketika bicara sepentingnya
saja. Bahkan kami tak banyak bicara satu Sama lain. Ketika makan cukup makan
saja. Ketika nonton televisi cukup nonton. Pagi hari ayah keluar dan
berolahraga, pulang hanya memerintah ini dan itu.
Menyalahkan ini itu, entah apa penyebabnya. Aku, kaka dan adik selalu memaklumi
sikap ayah yang begitu galak. Tapi aku tetap sayang ayah.
Disekolah aku
selalu berusaha menjadi yang terbaik agar mendapat sambutan hangat darinya.
Tapi, hasilnya selalu Sama. Ketika aku duduk dibangku sekolah dasar,
peringkatku sangat bagus. Karena ayah juga. Aku dilarang bermain ini itu,
kesana kemari, setiap waktu harus belajar, apapun itu, menghafal ayat-ayat
al-qur'an yang menurutnya sangat penting dan harus diingat ketika berdo'a
setelah shalat dan dilantunkan ketika mulai mengaji. Disekolah aku mampu
mengerjakan pelajaran kelas atas, tapi yang terjadi aku malah STRESS. Aku
mencoba kabur agar tidak seperti itu, tapi tanpa ku sadari ayah mengakhiri
semuanya. Mungkin Ia sadar atau Ia sedang sibuk dengan pekerjaannya dan
selalu begitu.
Kemudian aku
mulai memasuki sekolah menengah, tapi apa yang terjadi aku dikirimnya jauh dari
rumah. Aku merasa diasingkan. Bahkan ketika mereka meninggalkanku sendiri, tak
ada rasa sedih atau hambar atau kehilangan. Aku tak seperti yang lainnya menangis
tersedu-sedu. Mungkin ini keridhaan yang mereka kirimkan untukku. Bukan karena
mereka bosan mengurusiku, bukan karena mereka tak
suka aku tinggal dirumah, bukan karena itu tapi. Mereka ingin anaknya menjadi
anak yang terbaik di mata allah dan umat manusia
nantinya. Aku hanya percaya diri saja, walaupun aku tak pernah tahu maksud
utama dan yang paling utama mereka tapi aku yakin mereka selalu menyajikan do'a
yang terbaik untuk anak-anaknya.
Suatu hari, aku
mendapati kesempatan mengikuti sebuah lomba pidato sepesantren, alhasil aku
menjadi juaranya. Setelah pengumuman itu berlangsung aku dengan rasa haru
menelpon kedua orang tuaku dengan suara bangga aku memberi tahu mereka. Tapi,
apa yang terjadi? Tahukah? Jawaban yang keluar hanyalah kata OH !!! Apa?? OH?
OH ? Hanya OH??. Aku lemah seketika, respon mereka berbeda dengan teman-temanku
yang seketika bangga berteman denganku.
"Kamu hebat"
"Selamat yah"
"Ga nyangka,
ternyata"
"Bakat terpendam"
"Ga SIA
SIA"
Dan banyak lagi,
karena biasanya aku hanya bisa bercanda, bergurau dengan segala guyonan ga
jelas. Banyak sekali sobekan kertas melayang diatas meja dengan tulisan pena
hitam tertata dan kalau diperhatikan ya itulah sebuah KRITIK. Mungkin
jika ayahku tahu dia akan sedih, dia akan marah, dia akan kecewa, dia akan
menyesal telah melahirkanku kedunia, maksudnya memproduksi sehingga menjadi
AKU. Tapi itu hanya mungkin, kemungkinan, kemungkinan yang tak akan pernah ku
harap menjadi nyata. Kemungkinan yang hanya terlintas satu kali dibenakku.
Kemungkinan yang takan pernah terpikir oleh seluruh anak didunia. Itu hanya
sebuah kemungkinan yang tak akan pernah terjadi dan kuharap
begitu. Seketika kalimat itu terbesit, hanya kalimat itu, maka aku
takan pernah percaya pada kalimat " Tak
ada yang tak mungkin".
Ayah...
Dialah pria yang
baru kutemui ketangguhannya, kesetiaannya, keyakinannya.ke ke ke ke lainnya
yang membuat semua orang bangga menyebutnya AYAH didepan banyak orang. Dewasa
ini, aku seringkali membuatnya kecewa, membuatnya menungguku. Mungkin aku telah
menyiksa ayah. Mungkin aku mempermainkan ayah. Mungkin. mungkin. mungkin.
Mungkin ini akan jadi benar, sekarang aku kembali menganggapnya hal yang benar.
Aku selalu menyusahkannya, aku selalu bersimpangan dengan keinginan ayah.
Ketika aku memilih satu tingkat serius ayah tak pernah begitu setuju tapi Ia
akan selalu bersikap setuju dihadapanku. Aku menyukai sesuatu tapi ayah tak
suka, aku memilih ini tapi ayah tak suka.
Aku seringkali
berimajinasi hal-hal diluar kepala, mungkin karena ayah terlalu pintar dan akademis
maka itulah yang terjadi. Otakku tak seperti ayah yang sangat pintar. Otakku
hanya sebatas Pentium yang sulit diupgrade. Otakku ya otakku. Ayah selalu
menjadi luar biasa, kadang kala aku cemas kenapa ayah tak mentransfer
kepintarannya padaku? Apa ini salah ayah? Mungkin Ia akan seperti itu
menjawabnya. Berarti salahku? Tidak juga. Ini hanya salah Hawa nafsuku yang tak
pernah terkontrol beraturan.
Aku gadis paling
boros sepanjang perjalanan hidup manusia, sepertinya. Sepintas aku merasa sesal
terus menerus karena selalu menghabiskan uang ayah tapi Ia tak pernah
mempermasalahkannya atau belum? Hehe. Semoga tidak. Tapi aku seharusnya sadar
diri. Ketika pikiran ini terlintas aku mendapat lowongan pekerjaan kemudian aku
mencobanya, Dan akhirnya aku ... GAGAL. Mencoba yang lainnya kemudian aku
GAGAL. Satu waktu aku menceritakan kejadian saat aku ditawarkan ayah terkekeh dan
melarangku dengan candanya. Akhirnya aku tahu mengapa aku selalu gagal gagal dan
gagal ternyata itulah alasannya, tak ada ridha setetespun dari AYAH untuk
pekerjaanku.
Lelah memang
karena aku menjadi sering menyalahkan diriku, menyalahkan kebodohanku,
menyalahkan ini dan itu. sebenarnya apakah ayah tahu apa yang ada dibenakku?
Apakah ayah tahu apakah cita-citaku? Apakah ayah tahu detail?. Sedangkan
berbincang, menyapa pun tak pernah. Mengirimkan SMS pun tak pernah. Menelponku
apalagi. Sayangkah ayah padaku? Masih di anggapkah aku sebagai anak ayah
(membuka kartu keluarga dan ternyata ada) hehe.
Lalu kenapa ayah sebegitu tak pedulinya padaku? Yang ada bukanlah satu jawaban
melainkan satu bantahan yang menendangku sampai terlempar mungkin PERTANYAAN
MACAM APA ITU? BODOH!.
Aku mencintai
ayah, benar aku mencintainya karena Allah, Aku
mencintainya dengan keikhlasan, karena beliau pun menyayangiku. Antara
ayah dan anak itulah cinta yang tak terbayangkan besarnya,
semua ini karena kami mencintai karena Allah. Pernah
suatu hari aku mengatakan bahwa aku mencintai ayah, tapi teman-temanku malah
mencibir dan menertawakanku. Mereka bilang mungkin kamu akan
mencintainya seperti seorang kekasih, menakutkan. Lihat di televisi, Koran
semua memberitakan bahwa ayah menyakiti gadis perempuannya, ayah melakukannya.
Sewaktu itu aku benar-benar takut, rasanya aku semakin jauh dengannya. Sejarak
pun aku tak pernah, di rumah tak bersapa. Bagaimana jadinya
ketika ayah dan anak bersikap seperti itu? Aku sendiri pun enggan
membayangkannya.
Aku sangat
merindukan ayah, sekarang jarakku benar-benar jauh dengannya. Doaku selalu
lebih dekat padanya, doanya, ya, aku yakin doanya selalu mengiringku kemanapun
aku berjalan dan berarah. Ayah selalu bersamaku, tidak tapi do'a ayah yang
bersamaku. Ketika bersamanya inginku seperti yang lainnya, inginku memeluknya,
inginku berbagi cerita antara satu sampai akhir perjalanan hidupku seumur ini.
Aku ingin Ia tahu apa yang kurasakan. Tidak ada yang tahu bagaimana
kehidupanku, kebohongan yang menyelimutiku. Apakah ayah tahu setiap detik
nafasku semua hanyalah bohong. Kedustaan, munafik, wanita bertopeng. Anak macam
apa aku ini? Aku tak sepantasnya dibanggakan.
Dearest my lovely dady...
Babeh,,,itulah satu panggilan yang ingin
kukatakan karena aku selalu merasa dekat denganmu, merasa bahwa aku memanglah
anakmu, aku adalah putrimu. Panggilan special, bagiku itu! Tidak hanya pada
kekasihku, padamu pun aku ingin memiliki satu hal yang special. Maaf aku
terlalu berlebihan tapi inilah aku. Aku menggantinya karena permintaan umy, aku
tak masalah namun sekejap aku ingin memanggilmu babeh lagi.
Itu hanyalah panggilan lumrah tapi tidak
untukku, kaulah terindah. Taukah? Aku selalu takut memilih pria yang terbaik
karena aku tahu kaulah terbaik, kau mampu menjadi seorang Imam untuk keluarga,
kau sangatlah bijaksana, kau selalu menjadi yang terbaik dimana pun berada. Aku
bangga menjadi putrimu tapi terkadang aku malu karena ayahku terlalu sempurna
untuk memiliki putri semacamku. Tidak sepantasnya aku seperti ini. Sungguh
memalukan hidupku.
Ayah, aku yakin kau selalu ingin yang
terbaik untukku dan kakak adikku, kau akan melakukan apapun untuk kebahagiaan
kami. Aku selalu merasa tak sanggup ketika kau mulai melemah. Terkadang aku
ingin menangisi hidupku ini, aku selalu kecewa dengan ibu, ketika Ia menggumam
akan keinginanmu yang banyak dan berubah-rubah. Aku selalu kecewa dengan
tingkah ibu, tapi aku takkan sampai hati membencinya. Ayah tolong aku, biarkan
aku mencintai kalian berdua.
Dengan cinta
adinda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar