Senin, 04 Agustus 2014

KAMU TAKUT ?



KAMU TAKUT ?
               Cianjur, salah satu kota kecil di jawa barat namun, entah mengapa kota ini begitu berarti bagiku. Tubuhku seakan tak ingin lepas dari kota ini, bahkan sejak aku kenal seseorang. Seorang pria berambut ikal.
“Bagaimana? Kamu mau ikut?” tanya temanku, pada pria disampingnya. Baru kali ini aku melihat pria ini begitu jelas depan mata.
“Boleh, tapi kapan? Jangan sekarang aku harus beresin dulu kamar, ibu mau ke asrama” jawabnya santai.
“Oke, kita ketemu di TKP saja, telpon aku..”
“Siap..”
“Eh, dia ada?” tanyanya kembali, aku kira obrolan mereka akan berakhir sekedar tawar menawar ternyata masih panjang. Aku seperti penguntit saja, menceritakan tentang apa yang mereka bicarakan, padahal siapa aku? Aku tidak tahu apa-apa.
“Ada, kemarin habis pulang sih...”
Deg, kenapa hatiku tiba-tiba tahu siapa dia? Aku begitu familiar dengan dia, padahal dia tidak menyebutkan namanya.
“Eh, Hadni kenalin dong ini siapa..?” dia menunjuk kearahku
“Oh ini Syahra, Syahra ini Billy...”
“Oh Zombie yah?”
Aduuuhhh, kenpa dia tahu? . aku hanya membalas dengan senyum saja, tak kuasa aku.
Kita berkenalan dengan berjabat tangan. Tanganmu seperti perempuan juga agak gemuk.
Padahal sudah kita akhiri perbincangan ini, tapi kamu? Tetap ikut dibelakang hadni.
                                                                                          ***
Kami melanjutkan perjalanan, melalui jalur Puncak yang terkenal begitu macetnya dan jagung bakar. Semua warung dipinggir jalan mengeluarkan asap tebal, asap hitam mulai bergabung dengan kabut gunung yang begitu pekat. Untung saja supir mobil yang terkenal ELF[1]  ini sudah sangat lihai menaklukan kabut. Perkebunan teh yang begitu luasnya menampakan indah, dengan hijaunya mereka merayu pengunjung untuk menepi jalan dan singgah untuk berfoto. Tapi tidak dengan kami, ini mobil angkutan kita hanya numpang dan tidak mungkin seenaknya berhenti.
Kami sampai di depan jalan besar menuju Taman Safari. Tapi bukan itu tujuan kami, ojeg yang membawa kita beruntutan mengantarkan kita ke sebuah rumah menyerupai Villa, rumah ini kosong, kami istirahat juga makan-makan.
Tok..tok..tok..
“Siapa bin? “ tanya fera
“Gak tahu...” bina sendiri heran, malam begini siapa yang kerumah.
“Kayanya Billy, gimana dong? Masa dia suruh nginep disini?” saut hadni yang sejak tadi tidak kunjung lepas dari handphone nya.
“Jangan, nanti aku di omelin papah...” memang sih jawaban bina benar, aku juga begitu kalau ada cowok malam datang ke rumah pasti yang di omelin aku. Bagaimana dengan kalian?
“Yaudah telpon temennya gitu yang disini..”
“Iya dia kan laki-laki masa gak tahu tempat tinggal..”
“Kita yang repot ini.”
Aku tidak menyempatkan diri bertemu laki-laki berambut ikal itu, mata sudah dipuncak kantuk, bahkan VCD yang memutarkan drama Korea yang dibintangi rain waktu itu pun aku lewati saja.
                                                                                          ***
Sejak kemarin pria ini merepotkan Hadni saja, apa maunya sih ! gerutuku dalam hati.
Kita duduk berdempetan di angkutan umum, pertemuan kita di kota ini sugguh mengharukan. Perjuangan temanku hadni membuat satu pria ikal ini bahagia dan tidak merasakan kapok-kapoknya main bareng.
Tujuan utama kami yaitu nonton. Biasalah umur segini diwaktu bebas dan masih punya uang sisa Tour sekolah ingin menghabiskannya dengan hal yang benar-benar tidak penting. Masuk bioskop pun pertama kalinya bagiku, ya..yang ditonton film hantu Indonesia apalagi, atau film tentang cinta. Sejak kisah Irwansyah dan Acha Septriasa mensukseskan film cinta akhirnya layar lebar terus menggunakan pasangan itu untuk film selanjutnya. Aku tertarik waktu itu. Film yang ku tonton pertama ya Suster Ngesot.
“Aku udah nonton ini, yang lain dong...” tegurnya ketika kami rempong pilih-pilih film mana yang harus ditonton.
“Yaudah kamu gak usah nonton...” jawabku kesal, sejak tadi dia mulai ngalunjak, Hadni terlalu baik padanya.
“Masa gitu, gak enak dia kan kita yang ngajak, kita patungan buat bayar dia...” bela sahabatnya ini.
“Yaelah, ....”
Studio 2 telah dibuka.......
“Ra, tukeran dong duduknya, biar bisa ngobrol juga sma Fera...” pinta laki-laki aneh berambut ikal dan berkulit putih ini.
“Gak ah..!” otomatis aku tidak akan memberikan tempat duduku, secara yang dituker itu pojokan, dan yang ditonton horror, perempuan mana yang ingin duduk di pojokan pas nonton layar lebar guys?
“Kamu gitu, ayolah please...” dia mulai berani menarik tshirt ku.
“Gak !”
“Raa....”
“Yaudah nih !”
“Ikhlas gak? Kalo enggak gak usah maksain” mulai menyebalkan.
“Yaudah sini “
“Ehhhh....becanda kali....”
MOVIE START !
Apa yang pria ini lakukan ?
Bibirnya, ya...bibirnya lebih heboh dari perempuan seperti aku.
Dia tidak sedetikpun menghentikan mulutnya disetiap adegan menantu hatta rajasa itu, bahkan tangannya, usil !
Kakinya kaya kesemutan !
Bikin gak nyaman sedikitpun !
Aku menyesal memberikan bangkuku untuk pria jayus kaya dia, rese !
                                                                                                         ***
Setelah lelah ini dan itu, kita makan di tempat yang harganya tidak membuat jantung ini berdebar melewat batas, kita makan di tempat nongkrong ayam goreng pake terigu, minumnya cola, ada saosnya.
“Ini punya siapa?” kami kebingungan karena si masnya tiba-tiba nganterin burger depan aku.
“Gak tahu, siapa pesen burger?” tanya pria so ganteng ini.
“Oh, itu punya aku...” sembari mengambil satu burger kesamping nasi yang belum kusentuh, padahal aku tidak pernah suka makanan seperti ini. Roti dengan sayuran, daging dan telur didalamnya, ada mayonnaisenya juga, ah tidak tergoda sedikitpun. Mendengarnya saja aku mual, apalagi makan.
“Yang makan itu bibirnya dower ! “ sepertinya dia ketakutan, dia menatapku, menginjak kakiku, padahal sedikitpun tidak kumakan burgernya. Tenang saja om rambut ikal yang dulu kujaili, itu burgermu, aku tidak suka ko.
“Oh, kmau mau? Masih lapar? Bilang dong “
“Ngeselin yah kamu .... “
“Kaya enggak aja...” kupelankan suara karena tangannya akan mulai mencubit lenganku. Dia duduk lagi-lagi disampingku. Malesin !.
                                                                                          ***
Beginilah awal jumpa kami, hanya aku yang berani angkat bicara.
Sebelum menunggu film kedua kami habiskan waktu satu jam ke tempat bermain.  Kemudian berkeliling di pusat perbelanjaan ini, dengan tangan kosong. Tapi sebelum beranjak, kamu meninggalkan Hadni dan menghampiriku. Apa yang kalian berdua rencanakan?
                                                                                                         ***
Kau memegang erat tanganku, seakan tak pernah ingin jauh darimu. Tapi aku, ingin menjauh darimu karena aku tidak pernah tau siapa kamu. Yang aku tahu kamu hanyalah sosok pria tampan, keren, ternama, pintar dan nomor satu di sekolah. Tapi aku hanyalah perempuan biasa sekali tidak kenal ini dan itu hanya tiba-tiba saja aku mengenalmu.
“Bagaimana bisa aku mencintai seorang wanita dengan begitu saja. aku tidak tahu kenapa aku begitu menyayanginya tiba-tiba. Tidak ada satu wanitapun yang aku lihat selain dia, tapi aku tidak pernah mennyangka kalau temanku pun menyukainya. Tapi anehnya dia kenapa memilih aku” sambil menarik tanganku yang hendak masuk ke arena accesories dan tidak akan bisa dapat diganggu sampai nanti bosan.
“Kata siapa? Pede” jawabku.
“Emang bener, kalau dia pilih temnku itu dia gaakan pernah mau jawab telpon aku”
“Ya mungkin dia ingin bicara sama kamu”
“Ah, kamu ga ngerti ini. Lalu bagaimana sekolahmu, lanjut dimana?”
Kamu menjadi tidak nyambung. Pembicaraan kita diawali dengan rasa ingin tahuku padamu pria misterius. Jelas saja dia misterius aku tidak pernah mengenalnya.
Perjumpaan kita dikota hujan ini sungguh tak pernah membuatku ingin pindah kota. Aku masih ingat sekali bagaimana kita berpakaian. Tanpa seragam so dewasa, dengan tshirt yang lagi marak waktu itu “Bilbong” tanpa disengaja aku dan kamu memakainya. Dan kita sama-sama mengenakan sendal jepit abu-abu, tapi bedanya milikmu keras sekali sampai melukai jari kaki kiriku. Kamu terlalu bersemangat menarik tanganku, aku tahu kau mau melindungiku tapi tidak begini caranya, ingin melindungiku namun malah menyakitiku.
Kita berbincang terlalu lama, tanganmu tak lepas dari lenganku. Kita berdiri berdampingan dengan sejuta ceritamu, kamu begitu percaya padaku, dengan menceritakan segalanya bahkan detail.
Aku masih memikirkan maksud kalian berdua apa?
Kenapa cerita padaku? Bukan ceritamu yang panjang lebar tentang seorang perempuan yang kau lihat kemudian kamu sayang dia. Kalau itu saja aku sudah sadar sejak lama, sejak sehari yang lalu.
                                                                                          ***
Cerita kita ternyata berlanjut sampai terus-menerus. Tidak hentinya kau hubungi aku sampai 5x24jam, bahkan satpam pun tidak ada yang berjaga seperti itu. Apa yang kau bicarakan? Hanya tentang gadis itu.
Aku mengenal gadis yang kau sukai, aku mendukungmu. Kau begitu mencintainya, aku tahu. Tapi kamu pura-pura tidak punya perasaan apa-apa, gaya bicaramu bisa saja. tapi coba kita ingat-ingat apa yang kamu katakan diawal pertemuan kita?
“Entah kenapa aku begitu menyayanginya tanpa mencintainya”
Kau hanya sudah berkomitmen tidak akan pernah pacaran sampai sukses nanti. Kau hanya tidak mau segalanya hancur hanya karena perempuan.  Dan aku hargai itu, kamu luar biasa. Aku kira kamu playboy, tapi tidak. Aku pikir kamu ini dan itu tapi ternyata kamu pria baik-baik yang punya misi rahasia dan tidak ada satu orang pun yang tahu apa yang kamu mau.
Dan aku punya satu pertanyaan. Kenapa jadi aku yang repot sendiri, tiba-tiba mengartikan beberapa sinyal yang jelas bukan untuk seorang perempuan yang tidak kenal siapa-siapa. Sinyal yang kuanggap kuat bukanlah seharusnya kurasakan kini. Perempuan bodoh mana yang tidak akan mengira kalau seorang pria tiba-tiba memilih kamu untuk dijadikannya tempat curhat tidak perasaan apapun. salah satunya aku, tapi mulanya saja.
Aku selalu mengingat bagaimana caranya kamu memperhatikanku, menelponku, saling berbagi kisah, walaupun  kamu yang banyak bicara dan menyanyi, memang suaramu bagus.
Kamu seorang pria bernama Billy, penggermar berat band yang menurutmu terbaik untuk agama itu membuatku terpesona. sampai aku sempat terheran ketika kau menyanyikan lagu...
“Ku mencintaimu lebih dari apapun, meskipun engkau hanya kekasih gelapku”
Bagaimana bisa aku hanya tersenyum bahagia ketika kau lantunkan? Yang kusadari dulu adalah, suaramu bagus. Handphone pertama yang kupunya penuh dengan inbox darimu, contact di handphoneku bukan hanya namamu tapi banyak, namun setiap menyala selalu namamu yang kutulis dengan nama lengkap. Setiap telpon menyala hanya namamu yang muncul di display aku heran, kenapa kau menghubungiku bukannya gadis kecilmu itu?
                                                                                          ***
“Hei..apa kabar? Kemana aja? Telponku gak dijawab dari tadi?” suara yang benar-benar familiar kudengar renyah ditelinga.
“Maaf, handphone kutinggal di mobil”
“Kamu lagi dimana?”
“Aku lagi di taman bermain di Jakarta pusat”
“Loh ko sama, ini aku baru mau pintu keluar”
“Oh gitu? Memangnya kamu dimana?”
“Aku renang sama adik-adik “
“Oh aku ini lagi di pantainya sebentar lagi pulang”
Pembicaraan kita terhenti, karena suatu hal. Masalah charger yang dulu susah sekali bukan jaman kaya hari gini ada Powerbank.
                                                                                          ***
Setiap hari begitu, kau hubungi aku tanpa bosan, sampai suatu hari kau hilang contact.
Aku begitu cemas, aku rindu, inginku berkabar kembali denganmu tapi...sulit!
Kenapa aku tiba-tiba merindukanmu?
Ini kali pertama aku punya diary...
Dihalaman pertama kutulis namamu, nama yang sering kulihat dilayar telpon genggam, nama yang sering kau sebut sendiri, akhirnya dengan berani kutulis dengan penutupnya aku rindu.
Apalah aku, kelas sepuluh SMA tau apa tentang cinta.
Apa cinta, sebentar, aku hanya rindu padanya kali ini.
Kamu dimana? Dengan siapa? Sekarang berbuat apa?
                                                                                                         ***
Hari pertama masuk sekolah.
Pertama pake rok abu-abu, teman baru, kelas baru, dan ......
“Kenapa kamu sekolah disini?” tanyaku, pada pria rambut ikal.
Aku tersontak kaget, melihat gayanya yang super lebay duduk disamping bangkuku dan entahlah, dia akan beraksi mungkin.
“Emang kenapa? Gak boleh..”
“Ya, boleh sih... “
Bukannya dia mau sekolah di negeri Jiran? Apakah dia tak ingin menjemput Manohara pulang ke Indonesia Jaya?
                                                                                          ***
Satu minggu dikelas yang sama, kamu ini tidak lepas dari kegiatanku semuanya ingin disamakan. Dari struktur organisasi, jadwal piket sampai grup apapun ingin bersama. Macam apa kau ini.
Seisi kelas menyangka kalau kau dan aku ada apa-apa, padahal tidak, kita hanya teman biasa saja.
Aku hanyalah perempuan yang serba ingin tahu apapun yang didengar, bahasa ilmiahnya aku ini kepo. Mereka tidak pernah mengira kedekatan kita seperti apa, kedekatan kita hanya sebatas teman sekelas, yang saling percaya, tidak saling juga, kamu hanya cerita padaku itu saja.
Kita tidak akan pernah sedekat yang dilihat orang sampai kini kalau aku tidak so tahu siapa wanita yang kau suka, wanita yang selama ini kamu dambakan dan masih kau anggap gadis kecil, perempuan yang kau anggap adik tapi sayang keterlaluan ini tidak pernah aku tahu sebelumnya. Wanita ini pun sama, ingin cerita tapi tak kuasa dan akhirnya aku tahu sendiri. bagaimana keponya aku, bagaimana so gantengnya kamu ini jadi awal pertemuan kita, dan awal cerita SMA ku.
                                                                                          ***
Pandangan orang berbeda, mereka pikir kita romantis, mereka pikir kita ada hubungan lebih dari teman, padahal. NO !
Kamu pernah bilang sayang padaku, tapi semua itu kuanggap hanya bercanda karena aku pikir aku sudah mulai tahu siapa kamu sebenarnya. Kata-katamu yang mulai gombal akut membuat aku sakit telinga, sekuat tenaga aku menahan perasaan agar tidak kunjung jatuh dalam buaianmu, aku kuat dan masih kuat.
Semua guru tahu kalau kita dekat. Kantor sekolah tempat kita pernah membicarakan suatu hal penting untuk lomba karena saat itu aku ketuanya jadi kamu harus nurut padaku. Esok harinya kita bercengkrama hanya berdua dikantor sekolah, dengan lipatan surat edaran yang menggunung dan para pengajar melirik dan meledek ini sungguh menyiksa batinku.
Hampir ditanya serius oleh para senior karena kamu sendiri mengumumkan kalau aku kekasihmu, sampai anak kecl ingusan entah masih ngompol atau tidak tahu kalau aku ini kekasihmu, dan sampai saat itu aku masih kuat mental. Sekuat tenaga hatiku tak kunjung roboh dibuatnya.
                                                                                          ***
Aku sempat berpikir kecil. Kamu melakukan ini agar aku mulai menjauh darimu? Agar aku mulai membencimu, agar aku mulai tak ingin berbincang denganmu. Tapi entah kenapa kamu selalu aku butuhkan di waktu genting dan kamu mau menolongku.
Kamu terlalu baik untukku benci, kamu terlalu sempurna untukku jahati dan kamu juga terlalu jahat untukku cintai.
Kembali pada rasa yang hampir roboh, berjalan dengan hati yang mulai rapuh. Kata-katamu ini bagaikan air yang dengan mudah merobohkan bangunan tanahku. Hatiku terlalu kejam untuk mencintaimu, banyak yang harus kupertimbangkan jika aku memang terbukti memiliki rasa lebih dan berlebihan tapi, entahlah segalanya perlu pertimbangan.
Kamu itu pria idola siapapun. Jadi, aku akan dibenci siapapun. Fans mu ada dimana-mana, bahkan banyak gadis cantik yang mengincar dan aku siapa? Aku hanya temanmu saja.
                                                                                          ***
Kudengar kamu punya pacar, selamat dan akhirnya kita tak lagi ada kata dekat, sedekat apapun kita tidak pernah bersatu, kita itu air dan minyak. Kamu mulai nakal, rambutmu di rebonding tampil beda, kamu tampan. Pacarmu akan senang. Maafku pernah menghina kekasihmu, itu entah kenapa, sebenarnya aku bukan tipe perempuan yang dengan mudah mengejek orang lain, entah kenapa itu refleks dan aku mengatakan hal-hal bodoh yang seharusnya tidak aku katakan, aku emosi sendiri. aku benar-benar bodoh.
Walau ceritanya sudah ku edit berkali-kali tapi tetap saja kau seperti mendapat celah untuk mengolokku, menjadikanku bahan ejekan. Apa salahku?
Aku memang sebawel yang kau kira tapi aku akan menjaga semua rahasiamu, rahasia yang tidak aku katakan sedetailnya, rahasiamu jadi rahasiaku.
Aku hanya ingin kamu menghentikan semua gosip ini (saat itu)
Semua yang kupikirkan menjadi aneh, aku menjadi kegeeran sendiri, kamu membawakannya hadiah ini dan itu tapi kamu tetap ingat padaku. Kamu memberiku ini dan itu tapi disampingnya kau juga punya niat lain. Aku tidak mengerti apa-apa, yang aku tahu kali ini bahwa aku mulai suka kamu.
                                                                                          ***
Kamu mulai hadir disetiap jalan ceritaku, kau katakan zombie, dan aku memang suka dia. Aku punya potonya zombie, tapi aku baru sadar kalau kamu disampingnya. Kamu bergaya sendiri di potoku, yang kumaksud zombie bukan kamu.
Kedekatan kita tidak lagi sama, kamu mulai bermain dengan wanita-wanita pilihan, bukan wanita kumuh seperti aku. Kamu sudah tidak lagi berbagi kabar dan cerita denganku, berbagi oleh-oleh yang kupinta dan sering kau kabulkan. Aku senang bercengkrama denganmu, aku benar-benar senang bisa berbagi kisah tapi aku tidak senang kalau kita harus berbagi hati.
Beruntungnya aku tidak menerima cintamu, beruntungnya aku tidak menganggapmu lebih, jika iya, aku tahu apa yang akan terjadi saat ini, kita akan berjauhan dan saling benci, aku akan memfitnah kamu dengan beragam kata busuk, tapi tuhan berkata lain, tuhan bilang kita harus tetpa berteman sampai nanti.
Kamu begitu dekat dengan seorang gadis dikamarku, gadis yang menjadi adik didikku, aku dengar kalian bertemu ya? Dia yang cerita, kamu mulai bertemu dengan orang-orang sekitarku termasuk saat terkahir kita bertemu seperti dulu.
                                                                                                         ***
Malam ini begitu berarti, tiga tahun sudah kita tlah lewati...
Malam ini hanya kau dan aku mengenang semua rasa yang pernah ada....
Saat kuhubungi, setelah perpisahan kau tiba-tiba datang menemui kami berdua. Ditempat yang tiba-tiba menjadi favorit ini mengukir kisah kita. Bagiku ini kita tapi bagimu bukan, ini hanya pertemuan. Kita habiskan malam dengan berbagai acara, acara sepele tapi aku tetap mengingatnya.
Bahkan waktu kamu tiba-tiba menghilang dan hampir bisa dibilang mirip tristan di ganteng-ganteng serigala itu, bisa datang disaat genting. Hampir saja aku dan dia terluka tapi kamu tiba-tiba ada dibelakang kita. Aku pun masih bingung kenapa bisa? Aku masih memikirkan kenapa bisa seperti ini?
                                                                                          ***
Keanehanmu itu kubaca tepat kalau kamu ingin melindunginya. Ingat kalimat pertama yang kau bagikan padaku, kalau kamu sayang dia dan tidak mungkin “pacaran” dengan gadis itu karena satu hal. Perjuanganmu, perlindunganmu dan segalanya aku salut, aku sadar kini, kamu melakukan banyak hal untuk gadis itu, kamu menjadikanku perantara cintamu, kamu bertindak seakan aku yang kau lindungi tapi sebenarnya dia yang kau lindungi.
Akhirnya aku mengerti kau begitu gagah. Kau begitu keren, hatimu bermain kesana-kemari mungkin kau bosan dengan kehidupan, mungkin kau cemas dan ingin merasakan indahnya menjalin kasih sebenarnya, bukan pura-pura seperti kau bilang aku kekasihmu. Aku sadar, bagaimana seorang pria benar tulus mencintai perempuan dengan cara yang berbeda tidak mengumbar, hanya perempuan kurang peka untuk hal seperti ini. Walaupun selama ini kamu anggap dia adik, apakah memang karena kau anggap dia adik akhirnya kau mau melindungi gadis itu seutuhnya? Kamu hebat boy J
                                                                                          ***
Hidupku kini sibuk persiapan universitas, aku tidak sibuk dengan handphone atau gosip-gosip hangat yang biasanya akulah biangnya. Aku tidak pernah ketinggalan untuk masalah ini, untuk masalah yang tidak penting sekalipun, bahkan kini aku tidak pernah bertemu dengan dua orang yang mulai aku sayangi seperti keluargaku sendiri. kakakku dan adikku kalian sungguh berarti kini.
Aku mulai dekat dengan seseorang yang mulai memberiku banyak perhatian, aku senang memang, dia baik. Dia kenalkan aku pada ibunya, dan lagi-lagi pria ini pun merasa nyaman bersamaku, aku tidak tahu malah seperti apa sifatku ini. Orang-orang aneh dan tidak pernah ku kenal merasa nyaman dan ingin lebih dekat hanya untuk berbagi kisah dan itu sekedar saja. perkataanku yang hanya keluar natural dan tidak ada unsur plagiarism membuat orang sekitar tertawa terbahak, aku sendiri heran dan aneh sendiri, apakah aku segila itu? Padahal aku biasa saja.
                                                                           ***
Hari ini begitu berarti, ini hari kepulanganku dari puncak gunung.
Aku dengar kabar baik dan entah bisa dibilang buruk atau biasa saja, karena kedengarannya nyaman ditelinga kalau kamu ada disini, di tempatku, Bandung. Rasanya ingin cerita kalau aku bla, bla, bla, tapi mulut ini tiba-tiba terkatup rapat dan semua yang ingin aku tuangkan hilang.
Mendengar kalau itu semua kini terjadi dan sudah setahun berlalu aku cukup senang dan sakit hati. Selamat ya akhirnya :’)  



[1] Elf mobil angkutan seperti bus mini

Sabtu, 02 Agustus 2014

SENYUMKU UNTUK NAMAMU




Buch !   : kamu kuliah disini juga? Jurusan apa?
Oziel     : Sastra arab
Buch !   : Oh gt, aku sastra inggris
Oziel     :Wah kita sama yah..
Buch !   :Iya 
               Kemarin aku liat kamu di masjid
Oziel     :Kenapa ga nyapa?
Buch !   :Takut gak kenal nanti malu sendiri
Oziel     :Padahal samperin aja
Buch !   :Engga ah malu
Oziel     :Malu kan Cuma empat
Buch !   : :P
Percakapan berakhir, Cuma bermodalkan facebook aku bisa bertemu dengan pria yang empat tahun lalu aku simpan dalam hati. Pria yang gagah menurutku juga fashionista. Sedangkan aku hanya perempuan tidak tahu apa itu bedak padat juga parfume terbaik. Dan pastinya kamu tidak akan pernah melirik perempuan gendut juga hitam seperti aku. Pertemuan kita hanya sebatas sorak-sorai bergembira dari kawan-kawan mana mau kamu melirikku walau selewat saja rasanya buang-buang waktu. Bolehku kusebut namanya, kupanggil dia Zombie. Hatiku tergetak ketika melihat satu postingan seorang penulis yang tidak pernah hilang kata-kata untuk zombieku rasanya darah ini mengalir cepat.
Kita satu fakultas, tentunya satu gedung jika kuliah. Aku duduk diberanda depan gedung tapi hatiku rasanya ada yang mengganjal. Aku tertawa terbahak-bahak rasanya ada sesuatu yang beda disampingku. Dengan sengaja walaupun melewati rasa malu dan gundah gulana kupaksakan mata ini mencari penyebab gelisah, ternyata kamu ada disana. Tepat dibelakangku, hatiku berbisik pada telinga sahabat depan mata.
“Hey, itu liat dia orang yang dari duluuuuuuuuuuu aku suka”
Dengan lantang aku mengatakannya, aku tidak bangga sebenarnya tapi daripada aku disangka gila karena senyum sendiri, sebaiknya aku berani mengatakannya. Pembicaraan kita di facebook mulai beragam tentang, sampai pada akhirnya aku temukan satu titik  dimana pembicaraan tentang bertukar pikiran menjadi bertukar nomor handphone.
Oziel     :Coba kirim nomor kamu, gak enak di fb mah
Tanpa pikir panjang aku langsung mengabulkan permintaanmu. Kalau aku tidak akan membuat pending kesempatan, tapi internet yang begitu lama hingga nomorku pun terkirim lama. Kesal !
Perbincangan kita berakhir. Dalam chatting namun tidak dalam pesan sms.
Hariku penuh makna rasanya ketika namamu membuat ramai telpon genggamku, hidup ini indah.
Kampus kita sama, Fakultas kita sama, tapi hati kita tidak sama. Aku menyukaimu sejak dulu, sedangkan kamu tidak. Seringkali aku menjadi perempuan setengah gila ketika melihatmu duduk-duduk nongkrong minum kopi ditaman kampus, sampai saat itu juga akupun tak mampu bertanya padamu. Aku selalu berpikir ini cinta, aku berpikir aku mencintaimu dengan debaran jantungku. Debaran jantung dan getaran tubuh yang membuat dunia ini serasa akan tsunami. Entahlah diriku seperti itu melihatmu, dan ini terjadi sampai lima tahun lamanya.
Hatiku sempat hancur ketika aku sedang dekat-dekatnya (perasaanku) denganmu tapi tiba-tiba kamu mengungkapkan bahwa kamu dan teman sebangkuku jadian. Hidupku mulai hancur remuk entah bagaimana. Tidak karuan, ingin benci pada siapa, ingin marah pada siapa akhirnya aku putar lagu Bunga Citra Lestari...
Ku ingin marah.. melampiaskan
Tapi ku hanyalah sendiri disini..
Ingin kutunjukan pada siapa saja yang ada
Bahwa hatiku kecewa....
Dan inilah kali pertama aku merasa kecewa pada diriku sendiri, dan aku pikir aku telah mencintai orang yang salah. Aku berharap terlalu banyak pada pria yang selevel dia. Aku bukan Cinderella yang dapat pertolongan ibu peri untuk menjadi cantik. Aku pun tidak punya banyak uang untuk berangkat ke negeri ginseng untuk melakukan operasi plastik agar wajah dan tubuhku tampak sempurna. Aku pikir setelah kejadian itu aku tidak lagi menyukainya dan hampir melupakannya tapi tidak, dia selalu hadir dihri-hariku.
***
O : Hai lagi apa?
B: Dikosan aja, kenapa?
O: Kesini dong, aku didepan kampus
B: Ngapain?
O: Nongkrong aja
B: Engga ah, sok aja
O: Kenapa? Daripada dikosan bete, mending disini ngumpul sambil diskusi
B: Udah sore bentar lagi magrib
O: Gapapa kita solat di kampus
B: Iya kapan-kapan aja
Kemudian tidak ada balasan darinya. Ini kali pertama ada kata datanglah kemari, tergetak hati ingin pergi tapi, kaki ini menahannya dan dengan berat hati aku menolak ajakannya. Mungkin jika aku datang akan ada hal yang tidak baik terjadi padaku. Mungkin jika aku melangkah lebih jauh lagi akan ada satu hal yang entah macam apa akan terjadi padaku.
Hatiku akan selalu berdebar kencang ketika melihatnya, apakah ini cinta yang selalu kurasakan lewat getaran dalam hati bukan lewat denyutan dalam nadi? Aku tidak tahu sebenranya harus bagaimana. Aku hanyalah perempuan yang mudah jatuh cinta dan menganggap perasaan yang tuhan karunia untuk hatiku ini baik-baik saja, tapi tidak ada satupun hati yang menyatu kedalam ruang kosong ini, aku hanya mengisinya tanpa tahu apakah rasa ini akan tumpah aku tidak tahu, sepertinya hatiku hanya sebuah botol bukan gelas.
                                                                                          ***
“Mol itu tuh yang namanya Ozie” kataku dengan mata penuh harapan, tapi suaraku tak kubiarkan keras kupelankan agar disekitarku tidak ikut penasaran.
“yang mana? Itu kaos hitam?” respon kemol yang saat itu bersamaku satu tujuan dalam antrian.
“iya, cakep ya? Dia mantan teman sebangku aku” kataku dengan suara terendah sepertinya ini dalam hati yang paling dalam.
“iya ganteng, tumben kamu naksir sama orang ganteng?” ledeknya,
“aku juga perempuan” jawabku semakin tidak nyambung.
Kami kembali pada tujuan mengantri panjang depan mesin ATM depan kampus, ini awal bulan jadi semua orang keluar rumah dan masuk barisan antri ATM.
“aku panggil ya?” tantangnya
“jangan ihh..”
“loh kenapa? Dia kan suka sms kamu?”
“takutnya dia gak kenal aku, nanti aku yang malu”
“bukannnya suka smsan?”
“udah jangan”
Aku juga tidak mengerti pada kalimatku yang bilang takut dia gak kenal, lalu apakah aku juga tahu siapa yang sering kirim aku sms, dulu telpon aku, yang kirim aku chat mungkin bukan dia, aku harus lebih berhati-hati, bisa saja orang lain.
                                                                                          ***
Tipe laki-laki yang aku suka kebanyakan tidak mirip sama sekali dengan pria satu ini. Biasanya yang aku suka pria dengan wajah unik dan kulit coklat, tapi pria satu ini adalah pria pertama yang membuat jantung ini berdebar bahkan denyut nadi pun kencang sekali sampai-sampai aliran darah mengalir begitu derasnya. Entah kenapa, pria berkulit putih yang tiba-tiba menjeratkan hatiku kedalam lembah yang dinamakan cinta ini, walau tanpa senyumnya dan hanya tatapan matanya itu sudah cukup membuatku tak sanggup berbuat apapun. selama enam tahun silam satu kalipun aku tidak pernah melihat senyum diwajahnya, ekspresi unik yang ia miliki membuat hatiku tak sanggup lama-lama jauh dari pandangannya. Dengan wajah dingin seakan ingin sekali aku menjulukinya mr. Kulkas tapi tidak pantas karena wajahnya tidak kotak.
                                                                                                         ***
Aku seorang perempuan yang tiba-tiba berani menelpon pria yang tidak pernah sekalipun aku lihat senyumnya tapi berhasil mendengar suaranya yang ngebass dan membuat aku tidak pernah lupa gagahnya suaramu. Suara yang jika digambarkan mampu melindungi para wanita disekitarnya. Tidak merdu namun terdengar hangat ditelinga.
Begitu bodohnya aku dulu. Berani menelpon dan minta poto.
Ah minta photo. Satu kejadian yang mempermalukan diri sendiri.
Ditempat sekolahku yang ketat dengan peraturan asrama tapi tidak berlaku untuk siswa SMP kelas IX. Kita bertemu disatu pusat belanja dengan parkiran yang gersang. Ibarat arab saudi hanya ada pohon palm saja. parkiran gersang dengan tempat pejalan kaki yang lumayan teduh untuk pengunjung yang Cuma mampir saja, salah satunya aku dan teman-teman. Aku hanya ikut saja karena yang lainnya sudah berpasangan sedang aku? Hanya ikut main saja.
Kamu berdiri, berbincang, aku tidak berani. Yang aku ingat kaos hitam panjang juga celana katun hitam membuatku tak pernah lupa kalau kamu ada disana. Kamu tertawa aku mendengar, ternyata suaramu tidak berubah. Tidak lagi hangat tapi, panas sampai darahku mengalir kencang tidak karuan.
Hampir saja aku punya potomu. Tapi tindakan bodoh yang tidak sepantasnya membuat aku lupa diri.
Ini pertamakalinya aku melakukan hal seperti ini, sebelumnya aku tidak pernah. Karena. Aku tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun kecuali kamu.
                                                                                                         ***
Kita pernah berhubungan dekat lewat canggihnya teknologi dan ini aku lewati walau hanya satu tahun. Aku duduk dibangku kelas XII. Kamu tidak pernah bosan menelponku, aku mendengar lagi-lagi tegasnya suaramu. Mulanya, aku tidak tahu kalau itu suaramu, tapi aku menegaskan berkali-kali ternyata memang benar. Kita berbincang tentang ini dan itu, kamu cerita banyak sekali, taukah saat itu aku bagaimana? Aku bahagia.
“Bubuch ada salam dari oziel” tiba-tiba seseorang yang mungkin tahun ini sudah kau sebut mantan.
Waalaikumsalam
“Kemarin dia nelpon aku.........” dan bla-bla-bla.....
Akupun tidak percaya sepenuhnya ketika tahu kalau gadis ini pacarmu. Taukah dia siapa? Dia teman sebangku sejak kelas XI dan duduk didepanku ketika X. Dia tahu aku menangis terisak saat pria yang kupanggil barbie datang dan air mata tiba-tiba jatuh tanpa ijin. Dia tahu segalanya, dan dia menerima cintamu.
Aku tidak menganggap sedikitpun apa yang dikatakan saudaranya yang juga temanku.
“Bagaimana hubunganmu dengan gadis itu?” tanyaku, aku menanyakannya karena laki-laki penuh canda tawa ini tak urung menelponku dengan berjuta ejekan dan ledekan.
“Ah dia sekarang sama oziel” jawabnya
“Oh, ciee cemburu” ledekku.
Hatiku tidak bergeming apapun, aku anggap itu hanya dekat biasa karena gadis itu memang punya teman dekat banyak. Tapi ternyata semua itu terbukti benar, dan tidak ada kabar burung sampai ditelingaku.
                                                                                          ***
Ini sakit karena aku tahu berita itu, saat aku tes wawancara masuk perguruan tinggi. Beruntungnya aku masuk lebih dulu dan peserta pertama yang masuk ruangan. Tiba-tiba kakiku lemas tak berdaya, tapi tangisku tak kunjung berjatuhan. Mungkin aku tidak punya satupun alasan untuk menangisinya.
2010 “kenangan tiada duanya, tahun dimana keberuntungan di depan mata dan kehancuran hati berkeping-keping”
                                                                                          ***
Dalam tulisanku ini, satu hal maksudku. Bukan untuk membuatmu malu didepan semua orang ketika kau membacanya. Bukan untuk macam-macam, bukan untuk mengenalkan pada dunia kalau kamu pria begitu dinginnya. Aku menuliskan semua kisah tentangmu yang sampai saat ini tidak bisa aku lupakan satu napaspun. Sedetik saja aku tidak lupa. aku tidak lupa bagaimana enam tahun lalu kamu berjalan melangkah keatas tangga asrama dan aku melihatmu dibalik jendela kamarku. Ini sepertinya sangat berlebihan didengarnya tapi aku memang melakukannya. Aku punya potomu dulu, ekspresi yang tidak ada satu orangpun yang punya telah melekat diwajah indahmu. Sampai saat ini aku punya potomu, tidak aku hapus.
Sengaja kisahmu yang terus kuketik diam-diam. Aku melihatmu memandang kearah tepat didepanku, kuharap kamu mendengar bisikanku. Aku harap kamu bisa membaca pikiranku, aku harap kamu bisa melakukannya. Aku ingin kamu tahu bahwa sejak tadi hanya namamu dalam pikiranku.
“Ahjumma, ayoo masuk”
“Ah iya ayo”
Aku pergi dulu, dan namamu akan kusimpan sebentar dalam laptop yang tidak ku shutdown melainkan aku sleep. Agar namamu bisa kulanjutkan.
                                                                                          ***
Alhamdulillahirrabilaalamin akhirnya aku dan temanku sugul lulus ujian komprehensif tinggal satu tahap lagi ujian munaqosah, tentang skripsi yang sedang aku garap.
Semua orang saling berpelukan, tanpa lempar almamater karena sayang mungkin. Ada yang menangis, ada yang menghabiskan waktunya untuk mengambil gambar dan lain lagi. aku turun tangga dengan temanku ini, tapi dia pergi meninggalkan loby fakultas, aku berdiri saja.
Aku berdiri tegak dengan almamater ditanganku. Kamu berkumpul dengan teman-temanmu, ah wajahmu, tolong senyumlah untuk sekali saja, untuk keberhasilanku, untuk ketegaranku, untuk aku yang mencintaimu.
Sekali-kali aku tidak menatap kearahmu, aku ingin kamu memanggil namaku.
                                                                                          ***
“Hai..lagi apa?” suara hangat yang membuat aliran darah mengalir deras terdengar di gendang telingaku.
“Oh habis ujian kompre kamu lagi apa?” jawabku seakan tidak terjadi apa-apa pada tubuh ini.
“Aku ini ada tugas kelompok” jawabmu, tinggi badanmu menutup tubuhku yang berdiri dipojok Fakultas tempat persembunyian pengguna internet gratis.
“Oh dikira sambil wifian hehe” ledekku
“Ah, sekalian sih hehe, Sendirian aja, mana temennya?”
“Oh dia keatas dulu mau lihat nilainya”
“Kamu gak lihat nilai kamu?”
“Udah lulus aja Alhamdulillah, lagian juga banyak orang pusing”
“Iya, banyak banget yang ujian..skripsinya gimana? selesai?” pertanyaan yang biasanya aku sendiri benci mendengarnya. Serasa ingin membunuh siapapun yang menanyakannya padaku.  
“Belum, banyak malasnya sih” aku jawab santai sesantai mungkin, apakah ini karena kamu yang bertanya? Aku begitu tenang dan tiba-tiba semangat mendengarnya.
“Jangan malas, semangat dong J
“Iya sih, ini lagi kebut biar bisa sidang cepet, pusing mikirin kaya ginian”
“Hahaha, resiko mahasiswa...”
“Iya”
“Udah makan? “
“Udah tadi pagi”
“Oh, yaudah aku pergi dulu yah...”
“Mau kemana?”
“Cari makan”
“Oh iya...”
“Eh, sekali lagi selamat yah...”
“Iya nuhun J
“Ahjumma, kamu mau kemana?” tiba-tiba suara temanku datang menghancurkan lamunanku.
“Eh...aku mau pulang aja kamu mau ke kosan aku?”
“Kayanya aku pulang aja”
“Oh, langsung ke rumah? Sama siapa? Yaudah hati-hati ya..daaaahhhh....”
Kita berpisah.
Aku memainkan mataku dia masih disana duduk didepan laptopnya, kemudian berdiri dengan seorang pria yang sepertinya aku kenal di komunitasku. Dia masih duduk saja disana, tidak melihat padaku. Dia berdiri dan pergi.
Aku juga pergi, berjalan kosong karena pembicaraan kita hanya bayangan.
Bayanganmu hilang begitu saja, entah kamu pergi kemana, ah, situasi pusing seperti ini sepertinya makan bakso, dengan cuka dan sambal juga sedikit kecap sepertinya enak.
Aku berjalan dalam keramaian, keramaian mahasiswa yang berebut agar masuk dalam gerbang kecil belakang kampus, rasanya dengan situasi seperti ini pedagang bakso pun ramai pengunjung. Aku sedikit mempercepat langkah, dan semua terhenti. Aku hany sempat melirik tanpa berbelok. Pedagang bakso terdekat sepi pengunjung, tapi kamu duduk disana, menatap keluar, dan mata kita bertemu.
                                                                                          ***
Sontak saja langkahku begitu cepat, senyumku tak kunjung berhenti. Foto yang kuambil didepan kosan untuk kuabadikan selalu kupandangi, begitu ikhlasnya aku dengan segala kekuranganku, bertemu denganmu disaat menegangkan seperti ini. Terimakasih untuk membantuku melancarkan aliran darah dan memanaskan darah yang membeku di wajah dan tanganku yang begitu dingin setelah bertemu penguji yang dari dulu aku takutkan.
Senyum terikhlas yang pernah aku pandang sendiri digambar yang kuambil. Bahagiaku hari ini. Jum’at 14:50 .
Aku perempuan bawel yang tidak hentinya menceritakan kejadian tadi seketika kompre, terus saja menanggalkan senyumnya untuk setiap ceritamu. Tidak habisnya ku ulang kembali saat pertama kita bertemu, kamu yang berbaju pramuka duduk diatas gedung lantai dua, berkumpul bersama kawan pramuka lainnya, tertawa bahagia atas keberhasilan pasus (pasukan khusus) anak penggalang. Dan kini kita bertemu kembali dengan tukar seragam, hari ini aku datang dari perjalanan jauhku, perjalanan Bandung – Tasik dengan kedua kaki yang kemudian drop di kota Garut. Aku dengan wajah kusam, dekil, berseragam pramuka lengkap dengan accesorisnya berjalan dihadapnmu, menyimpan sepatu hitam disampingmu dan kau tak sadar itu.
Kamu baru saja masuk kuliah kan?
Dan ternyata kita satu pijakan, kita satu fakultas, hanya saja kamu Arab aku di Inggris.
Kamu pria yang selalu hadir di jam-jam kuliah siang seketika dosenku tidak masuk kelas.
Kamu juga sama, berjalan di koridor kelas, bulak-balik sampai aku menemukanmu berulang kali. Menatap indah wajahmu tanpa senyummu, aku terima. Biar aku saja yang tersenyum. Tersenyum melihatmu dari kejauhan.
                                                                                          ***
Tuhan menakdirkanku melihatmu lebih dekat tanpa jendela pecah seperti dulu kulakukan. Sekarang kamu seperti hantu gentayangan didepanku. Didepan mataku berjalan tegas, membuat lututku lemah tak berdaya dan salah tingkah mendadak.
Kamu tidak hanya berkeliaran dipikiranku, tapi juga dikampus, fakultas juga prodi, tapi kamu pun sering muncul disetiap status kegalauanku, namamu ada. Dan itu membuatku semakin bersemangat online di Facebook kamu menyukai status-statusku, tidak ada commentar tapi kamu menyukainya. Tidak hentinya kamu mengunggah foto-foto terbarumu, inginku menyimpannya tapi itu masalalu. Masa dimana aku tidak tahu malu.
Oziel     : hai lagi apa?
Buch !   : lagi ol
Oziel     : udah malam cepet istirahat
Buch !   : iya tanggung blm ngantuk
Oziel !   : kenapa belum ngantuk?
               Jangan mikirin aku terus
Buch !   : haha
Chattingku sedikit terhenti karena aku curiga ini bukan dia, dia tidak pernah seperti ini padaku sebelumnya, begitu perhatian, dan mengejutkan.
Oziel     : udah makan blm?
Buch !   : blm
Oziel     : knpa blm mkn? Nanti kamu sakit
Buch !   : gaakan
Oziel     : cpt mkn, aku juga blm mkn sih..
Buch !   : knpa ?
Lama tidak ada balasan. Aku semakin curiga, ini bukan dia yang aku tau selama ini, pertanyaan tidak penting seperti itu tidak pernah kudengar sebelumnya. Kemudian
Oziel : is typing.........
Aku diamkan saja.
Oziel : is typing................
Oziel : maaf ya yang tadi bkn sya, tapi temen
Buch ! : ah iya gpp ko 
Sakitnya tuh disini.
Hampir saja aku terpancing godaan maut itu, hampir saja aku melayang di udara kalau saja dia seperhatian itu padaku. Jika benar itu dia? Sangat mustahil. Aku diam menatap layar PC  mengingat-ngingat dan membaca kembali takut saja ada chat yang ternyata membuat risih ketika dibaca kembali.
Aku mengingat kembali dan merenungi kalimat terakhirnya. Kalimat ‘maaf itu temen’ bagaimana rasanya? Apakah selama ini yang mengirimku chat-chat seperti itu temannya? Apakah yang mengirimku pesan-pesan, membalas setiap sms itu bukan no Mr. Kulkas ? lalu itu nomor handphone siapa? Suara hangat yang mirip milik siapa? Siapa dia ?
Sejak itu, aku mulai tidak rajin membalas pesanmu, sedikit-sedikit kita saling tak berhubungan walaupun kau berjalan di beranda facebookku tapi aku tetap duduk saja tak menyapamu. Rasa takut tiba-tiba tumbuh.
Aku melihatmu, cara kamu nongkrong dengan teman organisasimu, rambut panjang semua dan hanya kamu berambut cepak, celana katu hitam, dan kaos oblong. Segelas kopi ditanganmu sepertinya hangat ditenggorokan, tapi aku tidak melihat sebatangpun rokok ditanganmu. Sosokmu yang kutemui di setiap bahagiku, sosokmu yang tiba-tiba membuatku takut setelah aku membaca pesan terakhir dalam pembicaraan kita. Pembicaraan tak berarti antara teman SMP yang tidak pernah bertemu satu sama lain.
                                                                           ***
Hari-hari yang penuh kebiasaan baruku dengan duduk santai di koridor kampus setiap hari jumat, sabtu dan minggu menjadi rutinitasku, pekerjaan setumpukan membuatku tak lepas dari internet. Berita-berita tentang dalam dan luar negeri kini membuatku semakin tertarik. Keinginanku untuk keliling dunia entah bersama siapa menjadi semangatku untuk tetap bersama internet setiap waktunya. Tiba-tiba aku membaca satu tulisan dari seorang penulis muda, blognya ini kubaca dan kutemukan dari postingan twitternya, kalimat awalnya teruntuk zombieku...  
Ku capture dan tak segan kujadikan display picture di Blackberry Messenger, zombieku sebuah nama yang kubuat sedari dulu, ketika aku masih terjun didunia kealayan, dengan menggabung-gabungkan namaku dengan  namanya. Tidak ada sedikitpun yang spesial antara penggabungan nama, karena semua ini tidak akan berpengaruh apakah kita akan bersatu atau tidak.
Berbagai nama dan angka aku tulis seakan kita sudah bersama sejak dulu, seakan hati kita telah menyatu, aku menulis tanggal lahirmu dan segalanya seakan kita telah menjadi kita.
                                                                                          ***
Ini sudah malam, untuk zombie menurutku, kamu memang seperti zombie. Berjalan tak bernyawa, tanpa senyum, tanpa tanya. Sampai kapan kau akan menganggapku tidak ada, sampai kapan kamu tidak mengenalku dan tidak ingi  tahu sekedar siapa aku. Aku menyimpan tanggal lahirmu agar aku bisa mengucapkan selamat ulang tahun untukmu dari kejauhan, karena yang aku tahu do’a akan sampai karena lewat hati, tanpa sinyal sekuat apapun. nomormu tidak lagi aku simpan bukan karena sengaja kuhapus tapi handphoneku yang hilang begitu saja. aku harap kita terus bertemu, aku ingin kita bertemu dua kali lagi sampai aku wisuda nanti. Inginku kamu ada walaupun hanya melewat  didepan mataku atau aku hanya mendengar suaramu karena mungkin saja aku tak lagi dapat melihatmu. Aku hanya tidak mau hari kemarin menjadi hari terakhir aku melihatmu. Sore hari di depan kampus, kita bersamaan menyebrang ke tepian jalan menuju bis kota langganan aku berdiri disebelah perempuan yang kubiarkan menyebrang jalan lebih dulu dan kamupun disampingnya, memegang erat tangannya sampai hilang.