meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan
semua takkan mampu mengubahku hanyalah kauuu yang ada di hatiku....
Rabu, 12 Maret 2014
Sekali INI Saja
“Terus aja bimbingan, kenapa belum selesai juga neng?”aduh pertanyaan itu
menyakitkanku. Pertanyaan ibu dikota hujan sana menyayat hati dan perasaanku,
haruskah aku bertekuk lutut dihadapan kedua orang tuaku? Apakah aku harus mengakui bahwa aku seorang loser?!
Ah, loser lagi-lagi aku mulai siap menampakan name tag loser
dibelakang punggungku.
Mereka adalah dua orang yang tak pernah kutemui sejak umurku dua belas dan
sekarang aku dua puluh satu hitung saja. aku bertemu, ingat! Hanya bertemu.
Ketika lebaran tiba. Hanya lebaran. Dan sekarang aku berkepala dua tambah satu
masih saja menjauh darinya. Bukan hanya menjauh aku sedang memilih jati diri
siapakah aku? Apakah nantinya aku akan tetap tinggal sejauh ini dengan mereka?
Sudahlah terlalu banyak pertanyaan.
Disetiap kampus ternama didunia, menurut perhitungan akademik aku
diwajibkan untuk segera menggarap skripsi dan sering-sering bertatap muka
dengan dua orang utusan terpercaya yang telah dinobatkan untuk mengantarku ke
pintu aula yang sampai saat ini belum juga di cat. Tapi, ada satu hal yang
membuatku tak ingin segera menjumpai mereka, ini hanya karena seseorang yang
dulu pernah mengucapkan kata “Selamat ya, akhirnya kamu diterima di kampus
impian” dengan berjabat tangan dan satu poto kenangan, tidak. Ada dua,
tiga, empat, lima dan akhirnya satu album. Kami berdua bukanlah sepasang
sepatu, melainkan hanyalah kaos kaki dan sepatu, mauku.
Aku kaos kaki dan kamu sepatu. Aku selalu membutuhkanmu karena takut kotor,
sobek, basah dan sekedar menginjak tikotok pun aku tidak mau, aku sedang
melindungi kaki jadi lindungilah aku. Tapi kamulah sepatu kita jarang bersama,
benarkan? Aku butuh kamu, tapi kamu? Entahlah, aku hanya mengharapkan sebuah
tepukan tangan yang merdu bukan sebelah tangan menepuk sampai pegal.
Kamu pernah menghubungiku dengan berbagai wacana, kamu pernah menanyakan
tentang kuliahku tahukah aku sebahagia apa? Sebahagia Fatin yang memenangkan
juara pertama dalam ajang mencari bakat. Betapa aku.
Hanya karena aku tidak mendengar kata semangat darimu, sampai hati aku
menegcewakan kedua orang tuaku. Aku itu hierarki, karena kamu aku
menjadi seperti itu aku berani memilih hal sepele untuk kebahagiaan seketika.
Aku terlalu terjerumus kedalam teori Foucault tentang kegilaan pangkal dari
perubahan. Aku telah menggila hanya menunggu kata semangat darimu saja, aku
pikir katamu akan merubah segalanya untukku begitulah aku. Aku tidak
seberuntung orang yang beruntung, begitu saja.
Disekitarku teman-teman sedang sibuk mengurusi ujian Comprehensive, Tahfidz
dan revisi skripsi nya sedangkan aku hanya diam mengamati. Bagiku saat ini,
semua bekerja sendiri, kata “Masuk Bareng Keluar Bareng” itu gak ada
sedikitpun. Mungkin ini lahir karena akku terpuruk sekarang. Aku bukan
mahasiswa aktif sana sini, aku bukan tim sukses partai ditahun ini, esok dan
selamanya. Kegiatanku hanya menikmati Wifi gratis kampus yang baru bisa
kunikmati saat ini setelah dua tahun singgah dikota Bandung ini.
Kenapa kamu ini tidak juga mengerti? Aku bahkan menulis rangkaian kata
untuk membuatmu peka, walau tidak kukirim lewat manapun yang bisa
menghubungkannya denganmu, semua hanya kujadikan status facebook. Kuakui
selama kedekatan kita, dari gayamu membuat aku tidak peka tentang maksud
katamu, ceritaku tentang pria yang mulai dekat denganku tapi sekarang dia sudah
tiada. Bukankah itu yang ada dibenakmu tentangku ketika aku hilang mood walau
sekedar mengangkat kabar darimu? Sekarang inginmu tercapai aku tidak jadi
dengan pria yang umurnya sebaya dengan kakaku karena tuhan pun tahu kalau aku
manusia pemilik rasa galau terbesar didunia.
Aku sempat berdo’a “Tuhan, jika dia memang bukan jodohku jangan biarkan
aku terus bertegur sapa denganmu, jika aku tidak baik untukmu jauhkan segera
mungkin, jika aku tidak pantas untukmu pertemukan kamu dengan wanita yang
sangat baik tapi tidak berlebihan, wanita yang solehah dan turunan Tasik amin” mengapa
aku malah mendoakanmu sedetail itu? Aku terlalu tahu tentangmu. Aku tidak ingin
balasmu tahu segalanya tentangku tapi aku hanya ingin kamu tahu kalau aku butuh
semangat darimu saja. apakah harus aku berjalan melangkah ke kota santri hanya
untuk bertemu dengan seseorang yang hari-harinya dipenuhi dengan kata SPIRIT?.
Ah, kamu menjengkelkan.
Lirik lagu Simple Plan - Perfect itu benar-benar menggugah kodratku
sebagai bungsu teu jadi ini. Satu-satunya anak yang lebih sering diumbar
kemampuannya padahal NOL. Pemiliki ayah yang selalu bangga dengan seuprit
kebahagiaan yang ku hasilkan, tidak banyak prestasi tapi kadang Dewi Fortuna tidak
ingin lepas perhatiannya padaku. Aku selalu ingin mengatakannya denganmu pada
ayahku tentunya...
Hey dad look at me, think back and talk to me, that I grow up according to
plan???
Tolong bantu aku mengatakannya. Tolonglah! Memang kamu bukan pria yang
ayahku harapkan kedatangannya, tapi kamu yang kuharapkan sebelum aku mendengar
protokoler memanggil namaku di aula yang saat ini sedang di cat, aula yang
masih wangi cat krem itu, sebelum pak Rektor memindahkan tali toga sebelah kiri
ke kanan tolong aku, bawa aku berlari, aku tidak butuh genggamanmu, aku tidak
menyurhmu untuk berubah jadi seorang cheerleaders, tidak. Aku mau kamu
whispering in my ear everytime. Hidup ini memang bukan kamu panutanku, kamu
bukan tim pemandu wisata kehidupan, aku sudah punya dua pemandu dalam hidup
ini, jadi yang kubutuhkan hanya semangatmu. Agar kita himpas. Aku selalu ada
untukmu disaat terpurukmu walau tak kau pinta tapi kamu? Sekedar mengirmkan sms
padaku dan bukan untukku tapi untuk bertitip salam pada seluruh jajaran
keluarga besar alumni. Betapa aku sakit, Pren.
***
Ciee, yang udah mau lulus.
Amin. Doakan.
Kalau yang lain lulus kapan?
Mana kutahu! Itu salah satunya. Kau menjengkelkan, aku bukan rektor yang
menampung semua aktifitas mereka kan? Tolong liat aku disini sebentar saja. aku
sedang gundah gulana saat ini. Masalah berdatangan tanpa hentinya, memang aku
tidak pernah menceritakan tentangku yang sebenarnya tapi tolong sedikit saja,
bantu aku mengumpulkan kekuatan tubuhku, menghapus rasa takutku, tolong!!! Rasa
takut dan ingin mati kini kurasakan, rasa sesal dan..ah bodoh! Kebodohan aku
bukan Foucault yang bodoh telah menciptakan jargon seperti itu kegilaan pangkal
perubahan.
Aku tak lagi membalas pesan darinya setelah itu, yang kuharapkan tidak
pernah sedikitpun membuatku bahagia, harapan itu buram, tidak datang dari
naskah tuhan tapi dari kita sendiri mungkin nafsu saja, biasalah bisikan.
Ternyata kabar darimu tak lagi berharga dimataku. Kamu hanya mengecewakanku.
Malah melemahkanku, aku telah bersalah pada orang tua yang sering kutinggalkan,
bahkan kudengar suaranya pun tidak pernah walau Assalamualaikum. Aku
takut kecewaku segera datang. Ketika melihat mereka harus terkujur ditengah
altar dengan samping coklat yang baru dibeli ditoko 24jam, kening yang dingin,
dan aku harus berulang kali mengucapkan
Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah...irji’ii ila rabbiki raadhiyatan
mardiyyah..fadhkhulil fil’ ibadhii... Wadhkhulii jannatii.....
Ditelinganya.......
Sebelum Rektor memindahkan tali toga dari kiri ke kanan.
Senin, 03 Maret 2014
BAGAIMANA JADINYA?
bagaimana jadinya ini kalau saja semua yang ku inginkan tidak sesuai?
memang! begitulah tuhan merancang, apkah itu artinya tuhan tidak ingin kita bahagia dengan semua keinginanku? bukan bukan seperti itu yang tuhan maksud...mungkin keinginanmu hanyalah bisikan gaib saja, akan seperti itu perkiraannya kan?
tuhan tau segalanya yang kita butuhkan.
tunggu! apakah yang kita butuhkan itu tidak berarti dengan keinginan sepertinya sama! beda tentunya sangat beda, lihat saja kebutuhan seorang wanita sebenarnya dengan keinginannya? beda kan?....
memang! begitulah tuhan merancang, apkah itu artinya tuhan tidak ingin kita bahagia dengan semua keinginanku? bukan bukan seperti itu yang tuhan maksud...mungkin keinginanmu hanyalah bisikan gaib saja, akan seperti itu perkiraannya kan?
tuhan tau segalanya yang kita butuhkan.
tunggu! apakah yang kita butuhkan itu tidak berarti dengan keinginan sepertinya sama! beda tentunya sangat beda, lihat saja kebutuhan seorang wanita sebenarnya dengan keinginannya? beda kan?....
terimakasih
cinta tak harus memiliki, tak harus menyakiti, cintaku tak harus mati! -VidiAldiano-
itulah yang kukatakan setiap kali kau menceritakan tentang gadis itu, tentang gadis yang kau kagumi entah dari segi apanya. aku tahu dia cantik, baik, taat agama, tak pernah menggalau dan seorang pemuja pria yang satu banding dengannya. kamu tidak tahu atau tidak sadar atau mendengar setiap kata yang kukatakan? aku tidak pernah mengerti kamu sepenuhnya kalau aku tahu mungkin kamu tidak akan seperti ini padaku, bertingkah semaunya. datang dan pergi seenaknya saja. mungkin kamu tidak akan meninggalkan jejakmu selama ini. memberiku harapan-harapan palsu yang kupikir itu murni dari hati kecilmu.
bagaimana denganmu yang selalu percaya pada setiap kata yang kuucapkan?
bagaimana denganmu yang selalu yakin bahwa aku tahu kamu sedetailnya.
aku bukan ibumu! aku hanya perempuan yang sama seperti ibumu, menyayangimu sepenuh hatinya, mendarah-darah ketika rasa cemas mulai menggandrungi pikirannya. menahan tangisnya yang membendung selama kamu menyakiti perasaannya. tapi aku tidak tahu siapa kamu seperti ibumu.
apakah kamu tahu bagaimana kabarku? kapan aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja?
ingat? ah...aku lupa kamu tidak pernah mengingatku..oh bukan-bukan kamu selalu mengingatku mengingat namaku, mengingat tanggal ulang tahunku tapi tidak [ernah menanyakan kesehatanku.
terimakasih untuk segalanya, untuk tidak mencemaskanku yang tidak layak kau cemaskan seperti gadis itu.
kamu tidak perlu tahu ketika aku terdiagnosa cancer. kamu tidak perlu tahu bahwa hidupku kini sudah tidak ada harapannya lagi. seluruh tubuhku kini sudah milik dokter ahli bedah yang akan mengangkat jantungku yang masih utuh, yang kujaga walau sering kau biarkan sakit, hatiku yang kerap kali ku jaga agar diusia mudaku aku tak begitu sia-sia.
sudah diam saja, nikmati hidup kamu dengan mengirimkan kabar kecil bahwa kamu baik-baik saja dan teman-teman kita semuanya sukses.
begitupun aku, nyawaku telah siap dihadapan pintu surga. tinggal menunggu siapa yang akan membawaku diatas kendaraan terakhirku.
menunggu ayah agar sangat kuat mengikhlaskan putrinya, menunggu ibu tak mengkhawatirkan putri tak berdaya sepertiku, menunggu semuanya siap melepasku begitu saja.
selamat tinggal padamu yang telah menguatkan jantung dan hatiku dengan sapaan assalamualaikummu :)
itulah yang kukatakan setiap kali kau menceritakan tentang gadis itu, tentang gadis yang kau kagumi entah dari segi apanya. aku tahu dia cantik, baik, taat agama, tak pernah menggalau dan seorang pemuja pria yang satu banding dengannya. kamu tidak tahu atau tidak sadar atau mendengar setiap kata yang kukatakan? aku tidak pernah mengerti kamu sepenuhnya kalau aku tahu mungkin kamu tidak akan seperti ini padaku, bertingkah semaunya. datang dan pergi seenaknya saja. mungkin kamu tidak akan meninggalkan jejakmu selama ini. memberiku harapan-harapan palsu yang kupikir itu murni dari hati kecilmu.
bagaimana denganmu yang selalu percaya pada setiap kata yang kuucapkan?
bagaimana denganmu yang selalu yakin bahwa aku tahu kamu sedetailnya.
aku bukan ibumu! aku hanya perempuan yang sama seperti ibumu, menyayangimu sepenuh hatinya, mendarah-darah ketika rasa cemas mulai menggandrungi pikirannya. menahan tangisnya yang membendung selama kamu menyakiti perasaannya. tapi aku tidak tahu siapa kamu seperti ibumu.
apakah kamu tahu bagaimana kabarku? kapan aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja?
ingat? ah...aku lupa kamu tidak pernah mengingatku..oh bukan-bukan kamu selalu mengingatku mengingat namaku, mengingat tanggal ulang tahunku tapi tidak [ernah menanyakan kesehatanku.
terimakasih untuk segalanya, untuk tidak mencemaskanku yang tidak layak kau cemaskan seperti gadis itu.
kamu tidak perlu tahu ketika aku terdiagnosa cancer. kamu tidak perlu tahu bahwa hidupku kini sudah tidak ada harapannya lagi. seluruh tubuhku kini sudah milik dokter ahli bedah yang akan mengangkat jantungku yang masih utuh, yang kujaga walau sering kau biarkan sakit, hatiku yang kerap kali ku jaga agar diusia mudaku aku tak begitu sia-sia.
sudah diam saja, nikmati hidup kamu dengan mengirimkan kabar kecil bahwa kamu baik-baik saja dan teman-teman kita semuanya sukses.
begitupun aku, nyawaku telah siap dihadapan pintu surga. tinggal menunggu siapa yang akan membawaku diatas kendaraan terakhirku.
menunggu ayah agar sangat kuat mengikhlaskan putrinya, menunggu ibu tak mengkhawatirkan putri tak berdaya sepertiku, menunggu semuanya siap melepasku begitu saja.
selamat tinggal padamu yang telah menguatkan jantung dan hatiku dengan sapaan assalamualaikummu :)
go on, leave me breathless...
hidup ini begini amat....
21 tahun umurku, diumru yang entah muda atau sudah menua di tahun yang belum sempat menyandang gelar sarjana ini aku harus terkapar emah di atas sofa hijau ini. tergeletak pasrah tanpa siapapun. dibawah loteng yang sepi sangat sepi, aku hanya tertidur seperti ini.
didepan layar laptop yang sejak pagi menyala. dengan alunan musik-musik galau yang membuatku semakin menderu-deruka isak tangis yang sempurna.
rasa sakit yang entah darimana datangnya, rasa sakit menjelma dikehidupan ini.
rumah ini kosong tapi...
dadaku terasa sesak...
tubuhku melilit
lemah
tak berdaya.....
aku tak berharap tuhan segera mengutus malaikatnya untuk menghunus tubuhku dan mengambil paksa nyawaku, tapi aku ingin tuhan membelai lembut rambut yang baru saja kupotong pendek, sangat pendek tanpa bantuan salon ternama sehingga banyak sekali sela-sela pijakan dirambutku.
Minggu, 02 Maret 2014
PADAMU AYAH....
Ayah...
Adalah empat
huruf yang sangat bermakna, walau kehilangan satu huruf masih sangat baik artinya.
Sangat sempurna makna dan kenyataannya sangatlah seimbang. Ketika kehilangan
huruf A hanya menjadi yah, yang
artinya setuju, begitulah ayah selalu setuju dan mendukung disetiap langkahku.
Kemudian kehilangan huruf H, maka menjadi aya
yang berarti ada dalam bahasa sunda, jadi ayah selalu ada disetiap waktu. Pada
intinya ayah selalu mendukung dan ada disetiap waktu untuk anaknya.
Betapa sempurnanya ayah.
Ayahku bukanlah
seorang Selebritis, Presiden, Menteri, Gubernur atau
Walikota. Bukan juga pak camat, lurah atau ketua RT. Tapi ayahku hanyalah
seorang ketua keluarga yang berat tanggungannya karena memiliki keluarga besar
seperti anak-anaknya hehehe. Tidak
seperti itu juga. Beliau harus menanggung beban keluarganya, seperti pamanku,
bibiku, dan uwaku. Ayah selalu saja sabar menghadapi kelakuan
mereka yang seringkali memperdaya kebaikannya, aku kadang khawatir dengan
semua ini. Aku khawatir tidak kebagian warisan hehe. Tidak begitu, aku tak peduli apakah mereka akan menghabiskan
semua harta ayah sampai tanahnya mungkin mereka makan untuk dijadikan kolak aku
tak peduli. Yang terpenting mereka tak membunuh ayahku.
Ayah seorang
yang terkenal tapi tidak berprofesi seperti bapak Susilo, pak Dede yusuf, pak Jokowi
atau pak Wiryo. Entahlah kenapa ayah begitu terkenal dikalangan mereka. Kadang
aku tak suka ketika ayah kedatangan banyak tamu, aku tidak suka ketika ayah
lebih mementingkan pekerjaannya, aku selalu tidak suka ketika ayah sakit
setelah pulang dari kantor yang letaknya di kota dan sangat jauh sekali dari
rumah. Aku tidak begitu bangga ketika ayah mengerjakan banyak hal hanya untuk
sepiring nasi dan sebongkah berlian, karena waktu dengan kami sangatlah
minim. Tapi aku juga senang mungkin itu tanda sayang ayah untuk mamah, karena
Ia tak mau melihat kami kelaparan, melihat kami sengsara, melihat kami hancur.
Tapi...ah.
Aku dan ayah
tak begitu dekat. Kami seperti seorang teman yang ketika bicara sepentingnya
saja. Bahkan kami tak banyak bicara satu Sama lain. Ketika makan cukup makan
saja. Ketika nonton televisi cukup nonton. Pagi hari ayah keluar dan
berolahraga, pulang hanya memerintah ini dan itu.
Menyalahkan ini itu, entah apa penyebabnya. Aku, kaka dan adik selalu memaklumi
sikap ayah yang begitu galak. Tapi aku tetap sayang ayah.
Disekolah aku
selalu berusaha menjadi yang terbaik agar mendapat sambutan hangat darinya.
Tapi, hasilnya selalu Sama. Ketika aku duduk dibangku sekolah dasar,
peringkatku sangat bagus. Karena ayah juga. Aku dilarang bermain ini itu,
kesana kemari, setiap waktu harus belajar, apapun itu, menghafal ayat-ayat
al-qur'an yang menurutnya sangat penting dan harus diingat ketika berdo'a
setelah shalat dan dilantunkan ketika mulai mengaji. Disekolah aku mampu
mengerjakan pelajaran kelas atas, tapi yang terjadi aku malah STRESS. Aku
mencoba kabur agar tidak seperti itu, tapi tanpa ku sadari ayah mengakhiri
semuanya. Mungkin Ia sadar atau Ia sedang sibuk dengan pekerjaannya dan
selalu begitu.
Kemudian aku
mulai memasuki sekolah menengah, tapi apa yang terjadi aku dikirimnya jauh dari
rumah. Aku merasa diasingkan. Bahkan ketika mereka meninggalkanku sendiri, tak
ada rasa sedih atau hambar atau kehilangan. Aku tak seperti yang lainnya menangis
tersedu-sedu. Mungkin ini keridhaan yang mereka kirimkan untukku. Bukan karena
mereka bosan mengurusiku, bukan karena mereka tak
suka aku tinggal dirumah, bukan karena itu tapi. Mereka ingin anaknya menjadi
anak yang terbaik di mata allah dan umat manusia
nantinya. Aku hanya percaya diri saja, walaupun aku tak pernah tahu maksud
utama dan yang paling utama mereka tapi aku yakin mereka selalu menyajikan do'a
yang terbaik untuk anak-anaknya.
Suatu hari, aku
mendapati kesempatan mengikuti sebuah lomba pidato sepesantren, alhasil aku
menjadi juaranya. Setelah pengumuman itu berlangsung aku dengan rasa haru
menelpon kedua orang tuaku dengan suara bangga aku memberi tahu mereka. Tapi,
apa yang terjadi? Tahukah? Jawaban yang keluar hanyalah kata OH !!! Apa?? OH?
OH ? Hanya OH??. Aku lemah seketika, respon mereka berbeda dengan teman-temanku
yang seketika bangga berteman denganku.
"Kamu hebat"
"Selamat yah"
"Ga nyangka,
ternyata"
"Bakat terpendam"
"Ga SIA
SIA"
Dan banyak lagi,
karena biasanya aku hanya bisa bercanda, bergurau dengan segala guyonan ga
jelas. Banyak sekali sobekan kertas melayang diatas meja dengan tulisan pena
hitam tertata dan kalau diperhatikan ya itulah sebuah KRITIK. Mungkin
jika ayahku tahu dia akan sedih, dia akan marah, dia akan kecewa, dia akan
menyesal telah melahirkanku kedunia, maksudnya memproduksi sehingga menjadi
AKU. Tapi itu hanya mungkin, kemungkinan, kemungkinan yang tak akan pernah ku
harap menjadi nyata. Kemungkinan yang hanya terlintas satu kali dibenakku.
Kemungkinan yang takan pernah terpikir oleh seluruh anak didunia. Itu hanya
sebuah kemungkinan yang tak akan pernah terjadi dan kuharap
begitu. Seketika kalimat itu terbesit, hanya kalimat itu, maka aku
takan pernah percaya pada kalimat " Tak
ada yang tak mungkin".
Ayah...
Dialah pria yang
baru kutemui ketangguhannya, kesetiaannya, keyakinannya.ke ke ke ke lainnya
yang membuat semua orang bangga menyebutnya AYAH didepan banyak orang. Dewasa
ini, aku seringkali membuatnya kecewa, membuatnya menungguku. Mungkin aku telah
menyiksa ayah. Mungkin aku mempermainkan ayah. Mungkin. mungkin. mungkin.
Mungkin ini akan jadi benar, sekarang aku kembali menganggapnya hal yang benar.
Aku selalu menyusahkannya, aku selalu bersimpangan dengan keinginan ayah.
Ketika aku memilih satu tingkat serius ayah tak pernah begitu setuju tapi Ia
akan selalu bersikap setuju dihadapanku. Aku menyukai sesuatu tapi ayah tak
suka, aku memilih ini tapi ayah tak suka.
Aku seringkali
berimajinasi hal-hal diluar kepala, mungkin karena ayah terlalu pintar dan akademis
maka itulah yang terjadi. Otakku tak seperti ayah yang sangat pintar. Otakku
hanya sebatas Pentium yang sulit diupgrade. Otakku ya otakku. Ayah selalu
menjadi luar biasa, kadang kala aku cemas kenapa ayah tak mentransfer
kepintarannya padaku? Apa ini salah ayah? Mungkin Ia akan seperti itu
menjawabnya. Berarti salahku? Tidak juga. Ini hanya salah Hawa nafsuku yang tak
pernah terkontrol beraturan.
Aku gadis paling
boros sepanjang perjalanan hidup manusia, sepertinya. Sepintas aku merasa sesal
terus menerus karena selalu menghabiskan uang ayah tapi Ia tak pernah
mempermasalahkannya atau belum? Hehe. Semoga tidak. Tapi aku seharusnya sadar
diri. Ketika pikiran ini terlintas aku mendapat lowongan pekerjaan kemudian aku
mencobanya, Dan akhirnya aku ... GAGAL. Mencoba yang lainnya kemudian aku
GAGAL. Satu waktu aku menceritakan kejadian saat aku ditawarkan ayah terkekeh dan
melarangku dengan candanya. Akhirnya aku tahu mengapa aku selalu gagal gagal dan
gagal ternyata itulah alasannya, tak ada ridha setetespun dari AYAH untuk
pekerjaanku.
Lelah memang
karena aku menjadi sering menyalahkan diriku, menyalahkan kebodohanku,
menyalahkan ini dan itu. sebenarnya apakah ayah tahu apa yang ada dibenakku?
Apakah ayah tahu apakah cita-citaku? Apakah ayah tahu detail?. Sedangkan
berbincang, menyapa pun tak pernah. Mengirimkan SMS pun tak pernah. Menelponku
apalagi. Sayangkah ayah padaku? Masih di anggapkah aku sebagai anak ayah
(membuka kartu keluarga dan ternyata ada) hehe.
Lalu kenapa ayah sebegitu tak pedulinya padaku? Yang ada bukanlah satu jawaban
melainkan satu bantahan yang menendangku sampai terlempar mungkin PERTANYAAN
MACAM APA ITU? BODOH!.
Aku mencintai
ayah, benar aku mencintainya karena Allah, Aku
mencintainya dengan keikhlasan, karena beliau pun menyayangiku. Antara
ayah dan anak itulah cinta yang tak terbayangkan besarnya,
semua ini karena kami mencintai karena Allah. Pernah
suatu hari aku mengatakan bahwa aku mencintai ayah, tapi teman-temanku malah
mencibir dan menertawakanku. Mereka bilang mungkin kamu akan
mencintainya seperti seorang kekasih, menakutkan. Lihat di televisi, Koran
semua memberitakan bahwa ayah menyakiti gadis perempuannya, ayah melakukannya.
Sewaktu itu aku benar-benar takut, rasanya aku semakin jauh dengannya. Sejarak
pun aku tak pernah, di rumah tak bersapa. Bagaimana jadinya
ketika ayah dan anak bersikap seperti itu? Aku sendiri pun enggan
membayangkannya.
Aku sangat
merindukan ayah, sekarang jarakku benar-benar jauh dengannya. Doaku selalu
lebih dekat padanya, doanya, ya, aku yakin doanya selalu mengiringku kemanapun
aku berjalan dan berarah. Ayah selalu bersamaku, tidak tapi do'a ayah yang
bersamaku. Ketika bersamanya inginku seperti yang lainnya, inginku memeluknya,
inginku berbagi cerita antara satu sampai akhir perjalanan hidupku seumur ini.
Aku ingin Ia tahu apa yang kurasakan. Tidak ada yang tahu bagaimana
kehidupanku, kebohongan yang menyelimutiku. Apakah ayah tahu setiap detik
nafasku semua hanyalah bohong. Kedustaan, munafik, wanita bertopeng. Anak macam
apa aku ini? Aku tak sepantasnya dibanggakan.
Dearest my lovely dady...
Babeh,,,itulah satu panggilan yang ingin
kukatakan karena aku selalu merasa dekat denganmu, merasa bahwa aku memanglah
anakmu, aku adalah putrimu. Panggilan special, bagiku itu! Tidak hanya pada
kekasihku, padamu pun aku ingin memiliki satu hal yang special. Maaf aku
terlalu berlebihan tapi inilah aku. Aku menggantinya karena permintaan umy, aku
tak masalah namun sekejap aku ingin memanggilmu babeh lagi.
Itu hanyalah panggilan lumrah tapi tidak
untukku, kaulah terindah. Taukah? Aku selalu takut memilih pria yang terbaik
karena aku tahu kaulah terbaik, kau mampu menjadi seorang Imam untuk keluarga,
kau sangatlah bijaksana, kau selalu menjadi yang terbaik dimana pun berada. Aku
bangga menjadi putrimu tapi terkadang aku malu karena ayahku terlalu sempurna
untuk memiliki putri semacamku. Tidak sepantasnya aku seperti ini. Sungguh
memalukan hidupku.
Ayah, aku yakin kau selalu ingin yang
terbaik untukku dan kakak adikku, kau akan melakukan apapun untuk kebahagiaan
kami. Aku selalu merasa tak sanggup ketika kau mulai melemah. Terkadang aku
ingin menangisi hidupku ini, aku selalu kecewa dengan ibu, ketika Ia menggumam
akan keinginanmu yang banyak dan berubah-rubah. Aku selalu kecewa dengan
tingkah ibu, tapi aku takkan sampai hati membencinya. Ayah tolong aku, biarkan
aku mencintai kalian berdua.
Dengan cinta
adinda
Langganan:
Postingan (Atom)