Pada sebuah nama yang aku tuliskan berulang kali.
Seringkali aku merindukanmu, membayangkan senyummu dan tatapmu, begitulah
hidupku. Setelah nafasku kali ini aku memikirkan hembusan nafasmu yang pernah
terdengar halus waktu itu. Kudengar jelas digendang telingaku, terbalut lembut
melewati saraf kepala bahkan leherku pun merasakannya. Kamu berkata hal-hal
yang tidak dapat aku ingat tentang apa itu, kamu terus membuatku marah dengan
permainan tanganmu dan bisikanmu. Sungguh yang kuingat sampai saat ini hanyalah
hembusan nafasmu dan lembutnya jari tanganmu. Waktu itu aku tidak sebegini
merasakannya. Kamu menggodaku dengan berjuta caramu, kamu membuat seisi dunia
percaya bahwa kamu adalah.
Banyak hal yang sering mereka sebut cinta, dan
satu hal yang sering kau sebutkan dan aku kau panggil cinta. Bukan cinta yang
sering orang anggap perasaan membahagiakan, perasaan tak henti berdalih namun
kau memanggilku untuk memantaskannya dengan nama barumu. Menyesakkan. Bagiku.
Sulit menjadi aku, menjadi satu-satunya perempuan yang terlena. Aku membiasakan
segalanya dan aku berhasil. Walaupun gerak tubuhmu, tatapmu tidak pernah hilang
dari sudut mataku. Segalanya kau lakukan sampai aku tidak tahu apa yang harus
aku lakukan selanjutnya sampai kau mengerti aku tidak mau sampai sejauh ini.
Untuk sebuah nama yang sering aku sebutkan
disetiap tumpuk buku coretan anak remaja seperti aku. Untuk sebuah nama yang
kerapkali aku olok-olokan keberadaannya, senyummu, candamu, selalu kubenci
dalam tulisan tapi, aku tahu kamu mengerti perasaanku. Aku tahu kamu paham
dengan segalanya ini, karena kamu lebih tahu dari aku. Ini kali pertama aku
begitu gila dengan perasaan bodoh yang menerpa seluruh detak jantung. Merinding
rasanya. Senyum ikhlas aku tak bisa, tapi aku bisa menatap matamu, berbicara
serius tentang beberapa hal yang tidak bersangkutan dengan perasaan, aku bisa
melakukannya denganmu. Hangat rasanya bisa bercengkrama denganmu begitu lama.
Tidak ada pernah sekalipun aku ingin memilikimu ketika kita bersamaan, aku
tidak pernah berandai dan berharap pembicaraan kita tidak hanya sekedar
membahas urusan yang seharusnya kita lakukan. Ketika denganmu aku berubah
menjadi seorang wanita.
Duabelas bulan. Kamu membinaku, mengajarkanku
berbagai cara agar aku tidak pernah bertindak bodoh. Kamu menuntunku kejalan
dimana aku harus melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Terimakasih
segalanya. walaupun pernah sekali aku menangis tanpa sebab. Aku hanya menangis
karna sesuatu yang bahkan tidak pernah
aku tahu kenapa. Satu hal paling bodoh adalah menunjukan bahwa aku begitu
menyukaimu.